Takdir? Apa itu takdir, sebuah perjanjian tertulis yang telah ditetapkan oleh Sang Pencipta sebelum kita di ijinkan menempati dunia, sanggupkah?
Selamat pagi dunia ,,, oh sejuknya embun pagi sungguh terasa dalam hati, perlahan kurasakan dan kunikmati setiap detik hembusan anginnya menyatu dengan otot-otot seluruh raga hingga menusuk ke dalam jiwa. Kudengar suara kicauan burung-burung kecil yang menyapa ah, kurasa burung-burung itu juga menikmati pagi hari ini. Maka nikmat Tuhan yang mana lagi kah yang aku dustakan? Kini Bulan dan bintang telah berlalu pergi dan bergantian dengan fajar, kupandangi langit sungguh biru muda yang sangat cantik dihiasi dengan warna kuning yang terang sungguh indah matahari itu.
Pagi ini aku senang sekali rutinitasku kali ini adalah membantu ibu membersihkan dan merapihkan rumah, berbeda seperti sebelumnnya karena rutinitasku setiap hari di isi dengan aktivitas kerja. Pagi itu setelah semua anggota keluargaku usai sarapan, ku hampiri wanita cantik berbadan tegak tetapi sudah sedikit renta. Iya, dia adalah orang yang sangat berarti dalam hidupku, dan sangat ku hormati.seindah ketika dia memancarkan sinarnya ke bumi. Sekali lagi nikmat Tuhan mana lagi yang aku dustakan?
Pagi ini aku senang sekali rutinitasku kali ini adalah membantu ibu membersihkan dan merapihkan rumah, berbeda seperti sebelumnnya karena rutinitasku setiap hari di isi dengan aktivitas kerja. Pagi itu setelah semua anggota keluargaku usai sarapan, ku hampiri wanita cantik berbadan tegak tetapi sudah sedikit renta. Iya, dia adalah orang yang sangat berarti dalam hidupku, dan sangat ku hormati.seindah ketika dia memancarkan sinarnya ke bumi. Sekali lagi nikmat Tuhan mana lagi yang aku dustakan?
“Bu, aku pamit
untuk berjuang melamar pekerjaan, doakan aku ya bu“ ucapku.
“Nak, tanpa kamu
meminta doa, ibu setiap waktu selalu mendoakannmu, jangan lupa berdo’a dan
semoga berhasil, doa ibu selalu menyertai di setiap langkah mu.” ucap ibu. (
sambil tersenyum dan ku ciumi tangannya ketika berpamitan ).
Aku hanya berpamitan
dengan ibu, karena sudah sejak tadi pagi bapak sudah berangkat bekerja. Hari
ini aku berangkat untuk melamar pekerjaan, sebelumnya aku memang sudah pernah
bekerja di salah satu lembaga keuangan mikro wilayah kabupaten serang, tetapi
karena sudah habis kontrak pilu sekali rasanya karena kebiasaan baru ku ketika
bekerja mendapatkan gaji setiap bulannya dan dalam setiap bulannya pula aku
membagi sebagian rizki ku kepada saudara-saudaraku terutama untuk kedua orang
tuaku, senang sekali rasanya mengukir senyuman-senyuman itu dari hasil
keringatku karena hal itu yang menjadikanku menuntut untuk mencari pekerjaan
baru.
Bismillahirahmanirrohim ‘figfigh’ ( suara klakson motorku yang menandakan aku akan segera berangkat )
ibu, aku berangkat Assalamualaikum ( ucapku dengan nada keras sambil pergi
mengendarai motorku ).
Aku terlahir dari
sebuah keluarga yang bisa dikatakan cukup dan juga bahagia, usiaku 18 tahun aku
seorang mahasiswi semester 3 yang mengambil fakultas ekonomi dan bisnis jurusan
manajemen. Aku juga mempunyai sebuah mimpi, mimpi yang teramat besar yaitu
menjadi Seorang pekerja dan Wirausaha dan menjadi seorang yang produktif, mengapa
harus Pekerja dan Wirausaha? Karena menurutku seseorang tidak harus berharap
hanya dengan gaji pekerjaan saja karena suatu saat nanti bisa saja seseorang
itu sudah tidak lagi bekerja. Tetapi jika orang tersebut mempunyai usaha
sampingan (berwirausaha) tidak perlu khawatir akan krisis ekonomi dalam
hidupnya kelak.
Perlahan ku lewati
jalanan yang tak asing bagiku, kulihat kendaraan roda dua, empat dan sejenisnya
berjalan ikut meramaikan jalan-jalan sekelilingku. Karena matahsri sudah terbit
dari arah timur dan sudah terasa berada
naik tepat (azimuth 90 derajat), aku
berfikir untuk melewati jalan belakang untuk menghindari kemacetan.
…
Kubuka mata ini
perlahan ku merasakan pusing sekali dikepalaku, juga merasakan sakit yang
teramat sakit di tangan sebelah kanan ku, ku melihat warna merah, putih dan
warna kulitku 3 warna itu bercampur menjadi satu, entah aku tak mengerti dan
tidak bisa mengingat apa yang telah terjadi.
“Ibu, sakit … ibu
tolong, sakit, sakit … “ (hanya teriakan itu yang ku ucapkan sepanjang
perjalananku).
“Istigfhar dek,
istighfar.” Katanya seorang laki-laki
yang berada di sampingku.
Sungguh sekali
lagi aku belum bisa mengingat apa sedang yang terjadi.
Setelah setengah
jam melewati perjalanan kini aku sedang berada di sebuah rumah sakit, ada
banyak dokter-dokter mengelilingiku. Entah salah satu dari mereka ada yang sedang
menjahit daguku, mencukur sedikit rambutku sebagian yang lain sedang mengobati
beberapa luka yang lain.
“Amputasi saja,
amputasi.“ ( kalimat yang pertama kali aku dengar ketika berada diruangan itu )
Katanya salah satu dokter yang sedang mengobati lengan tangan kananku.
“ Tidak, saya
tidak mau diamputasi.” Ucapku.
Setelah
pertolongan pertama dan rontgen dilakukan aku masih terbaring di ruangan itu. Beberapa
saat kemudian kedua orang tuaku datang bersama saudara-saudaraku, disusul
teman-teman, sahabat, dan juga seseorang yang aku sayangi lalu menceritakan apa
yang telah terjadi, tepatnya tanggal 07 Desember 2018 aku kecelakaan sewaktu diperjalanan
tubuhku terseret 12 meter, dan lengan tangan kananku terlindas ban Truk Kontainer
depan, sehinga menjadikannya remuk hancur hingga terputus, kutatap satu persatu
wajah dan mata mereka terlihat bekas tangisan-tangisan terutama ibu dan bapak.
“Nak, ma’afkan
kami ya, karena tidak bisa sepenuhnya menjaga kamu, dokter bilang tangan melani
akan diamputasi sore hari ini, melani yang sabar ya ini adalah takdir yang
allah sudah tulis dan tetapkan kepadamu karena Allah percaya kamu bisa
menjalaninya“. Ucap ibu sambil menahan air
matanya yang hampir terjatuh dan memelukku.
Setelah menjalani operasi sebanyak 4 kali yaitu amputasi lengan tangan kanan, rahang gigiku yang miring akibat benturan yang cukup keras, lidah yang robek, dan juga sisa akar gigi akibat patah. Aku berfikir tentang hidupku ke depannya seperti apa. Bagaimana dengan kuliahku, pekerjaan, rutinitasku di rumah dan juga mimpi besarku itu, dan beradaptasi. Sungguh aku ibarat seekor merpati yang tertembak tepat di sayapnya, tak ada lagi langit yang bisa kusinggahi tak ada lagi lautan yang bisa ku sebrangi lalu sekarang apa yang harus aku lakukan? Sungguh untuk berlari saja aku sudah tak mampu. Jika
“Nak, sekarang dekatkan dirimu kepada Allah ya nak, harus berfikir lebih positif lagi mungkin ada maksud dan rencana lain, mungkin hidup kamu akan lebih baik lagi kedepannya, hidup berjalan tidak selalu sesuai dengan apa yang kita inginkan, apa yang menurut kita baik belum tentu dimata Allah pun baik, ada yang suka ada pula yang tidak suka, kebahagiaanmu terletak pada dirimu sendiri, bukan ditangan atau pendapat orang lain.” Ucap ibu.ini yang dinamakan sebuah keadilan aku benar-benar ingin menuntut lebih. Bagaimana menguatkan hati untuk tetap bisa berdiri, berjalan dan beradaptasi kembali dengan lingkungan sekitar seperti sebelumnnya. Ketika aku berjalan dengan fisik ku yang tidak utuh banyak mata-mata yang memandangku, mulut-mulut yang berkata-kata perihal diriku. Iya, inilah hidup kita hanya menjalani sekenario hidup segala sesuatu yang telah terjadi sudah diatur oleh Sang Pencipta.
Aku mendapatkan
banyak pesan semangat dari sahabat-sahabat dan juga teman-temanku.
Sungguh separuh
hidup tidak cukup untuk meratapi keadaan, aku putuskan setelah 1 minggu pulang
dari rumah sakit aku langsung kuliah. Iya, walaupun jahitan tangan bekas
amputasinya pun belum hilang. Ibu orang yang paling aku sayangi, aku hormati,
dan juga bapak yang sangat aku kagumi, sahabat, teman-teman semuanya yang telah
memberikan semangat dan membantuku yang sedang rapuh ini untuk tetap terus
berdiri. Rasanya hidupku hanya sia-sia jika hanya berbaring dan bersembunyi di
tempat persembunnyiaan ku ( rumah ).
Rutinitas baru ku
kali ini berbeda, ibu bilang untuk sementara aku tak perlu memikirkan pekerjaan
rumah atau membantu ibu, ibu hanya ingin aku belajar menulis setiap waktu,
karena walaupun sekarang sudah serba komputer tetapi untuk menulis tetap harus
belajar bukan? saat aku mulai kuliah disitulah saat-saat dimana
tantangan-tantangan itu ada yaitu menulis, aku belajar bagaimana tetap
menyeimbangkan caraku menulis walapun hanya dengan satu tangan, dan lagi-lagi
aku ditempatkan pada perasaan pilu. Iya, sungguh pilu rasanya ketika aku berada
di ruang kelas seorang dosen sedang mengadakan kuis dimana penyelesaiannya
beriringan dengan waktu, sedang dengan posisi ku seperti ini memaksaku untuk
melakukan dan terus berjuang melawan rasa sakit yang datang, saat aku mulai
menulis. Sungguh tak ada yang tahu bretapa patah hati nya aku pada penciptaku
pada saat aku sedang merasakan kesulitan dalam menulis Berbeda ketika saat aku
melakukan aktivitas makan, minum, mandi dan memakai pakaian karena jika untuk
menulis rasanya butuh keseimbangan posisi saat aku menulis.
Iya, semua hari ku
jalani dengan kesabaran dan keikhlasan, dan juga aktivitas ku menggunakan
tangan kiri, mulai dari aktivitas sehari-hari, ujian tengah semester, ujian
akhir semester. kini sedikit demi sedikit aku bisa mandiri melakukan sesuatu
tanpa perlu bantuan orang lain, hanya saja pada aktivitas tertentu aku meminta
bantuan ibu, atau orang-orang yang berada disekitar ku.
Hari ini tepatnya
tanggal 22 April 2019 ku ucapkan rasa syukur kepada Sang Pencipta, sekarang aku
sudah berdamai dengan hati, ada banyak orang seperti ku bagaimana bisa
mengembangkan diri kalau masih belum bisa berdamai dengan hati walaupun tuhan
mengambil lengan tangan kananku dan menjadikannya cacat setidaknya Allah tidak
menjadikan akal fikiran ku menjadi cacat, aku masih bisa berfikir untuk maju,
untuk mengembangkan diri hingga menjadikanku sempurna karenanya.
Sekarang aku sudah
di tingkat semester empat, aku berusaha belajar 2x lipat lebih keras dari
teman-temanku.
“Mel sekarang
tulisan kamu bagus ya.” Ucap salah satu temanku.
“Melani tulisannya
rapih aku sampai malu sama kamu.“ Ucap sari (ucap teman).
“Melani sudah bisa
ya hebat.“ Ucap temanku.
“Melani, hebat.” Ucap
temanku.
Hampir semua
sahabat dan teman-temanku berkata seperti itu. Sungguh orang yang benar – benar
hebat itu bukanlah aku yaitu kedua orang tuaku terutama ibu, orang yang yang
selalu menyemangati, memberi solusi serta mendukungku. Iya dia orang paling sabar
dan mengerti juga tegar karena tidak pernah menunjukan rasa sedih, dan keluh
kesahnya terhadap apa yang dia rasakan didepanku. Mengantarkanku cek up selama
berpuluh-puluhan kali, mengantarkanku kuliah, menuruti semua kemauanku oh ibu, bapak
terima kasih untuk semuannya, sungguh tanpa kalian aku bukan siapa-siapa hanya
bagai debu yang kusam, tidak berarti.
Terima kasih Ibu
dan Bapak ...
Cerpen Karangan : Melani Dwi Agustini
Tema : Cerpen Perempuan Hebat
Tokoh : Aku, Kedua Orang tuaku
Alur : Maju dan Mundur