(Sumber Gambar Google Images) |
Byurrrr!!!!
Debur ombak terdengar nyaring di
telingaku. Menemaniku menuliskan sebuah kisah. Kisah seorang perempuan yang
kupanggil dengan sebutan 'emak'
Merak, 1990
" saya ikhlas kalau dia jadi
milik kamu. Saya merasa tidak pantas bersanding dengan wanita sholehah
sepertinya." ucap seorang pemuda di sudut sebuah rumah warga yang sedang
mengadakan tasyakuran kelahiran anaknya.
Temaram lampu patromak menambah
ketegangan pembicaraan kedua pemuda disudut itu.
" kamu yakin?" hanya itu
yang keluar dari mulut pemuda satunya.
Dia memang sudah menginginkan sang
'bunga' sejak lama, tapi kalau untuk ditawarkan menikahinya seperti ini, tak
pernah terlintas dalam benaknya.
" saya yakin. Menurut saya,
kamulah orang yang tepat. Saya bahagia walau hanya menjadi kekasih sesaatnya.
Dia terlalu baik buat saya yang masih jauh dari kata sempurna. Setidaknya,
kalau bersama kamu, saya bisa menjamin kebahagiaannya." ucapnya lagi.
Pemuda jangkung didepannya masih
diam. Apa ini mimpi? Halusinasi? Atau khayalannya yang terlalu tinggi?
Gadis itu tidak cantik, tidak juga
jelek. Hanya saja, menurutnya ia bisa menjadi ibu yang baik bagi anak-anaknya
kelak. Herannya, kenapa pemuda yang menawarinya ini terlihat begitu mudah
melepaskannya?
Apa benar gadis itu begitu sempurna?
Ah, ia pun masih jauh dari kata itu. Bagaimana kekasih sang gadis begitu yakin
memilihnya?
" dan, sekarang pemuda yang
ditawari itu ada disini. Yang jadi bapak kalian. Dengan beraninya meminta emak
ke kakek kalian setelah insiden tawar-tawaran itu." ucap emak sembari memeluk
tangan bapak sayang.
Kami hanya bisa tersenyum
menyaksikan adegan itu. Ah, mereka terlihat sangat mesra bukan?
Hidup ditengah perkampungan yang,
bisa dibilang 'hutan' dengan jumlah penduduk yang sangat minim, tak membuat
emak merasa minder jika bertemu sanak saudara yang lain.
Ya, kampungku sangat terpencil. Jauh
dari keramaian. Tapi menurutku, itu asyik. Udara yang masih original. Tak tercemar
debu atau polusi lainnya, membuat kami terjamin kesehatannya.
Emak, dengan kesholehahannya setia
menemani bapak hingga hampir 30 tahun lamanya. Bagiku, tak ada kata lelah dalam
kamus hidupnya. Setiap hari di laluinya dengan senyuman. Ah, betapa sulit
membayangkannya jika aku yang berada di posisinya. Dengan semua keterbatasan
akses hidup.
Keluarga kami bukan tidak pernah
mengalami fase sulit seperti keluarga lainnya. Ketika kemarau tiba misalnya,
emak harus menggendong bergalon-galon air dari kampung tetangga demi suami dan
anak-anaknya tidak kekurangan air. Ia rela mengangkut berplastik-plastik
pakaian kotor suami dan kelima anak-anaknya untuk kemudian dicuci dikampung
tetangga.
Bukan hanya itu, ujian kesetiaan
keduanya pun pernah aku saksikan. Dimana saat rizki melimpah, bukannya
kesetiaan seorang lelaki di uji? Disanalah, aku menyaksikan emak dengan suara
serak dan senggukan yang nyata menelfonku yang sedang menempuh ilmu di
pesantren.
Tapi emak bukanlah sosok yang lemah
dalam pandangan mata telanjangku, juga batinku. Ia senantiasa mengorbankan
perasaannya hanya agar keluarganya tidak terjun kejurang kehancuran. Pisah bukanlah
satu-satunya jalan bagi keduanya untuk menyelesaikan masalah.
Seringkali aku memergoki emak yang
sedang menangis tersedu ditengah keheningan malam. Entah do'a apa yang ia
panjatkan. Ia tampak lemah sekali didepan Rabb-nya. Sosok yang tak pernah kami
saksikan jia ia sedang bersama kami.
Betapa mulianya kau wahai ibu. Dari susahnya
mengandung, sakitnya melahirkan, repotnya menyusui hingga berpusing-pusing ria
mengurus semua kebutuhan suami dan anak-anakmu. Itulah mengapa Allah mengangkat
derajatmu tiga kali dibanding seorang ayah. Karna Dia tahu, kaulah makhluknya
yang sempurna.
Ada pepatah yang bilang, 'tidak
pernah disebut wanita sempurna hingga ia melahirkan. Atau menjadi ibu'. Dan itu
benar menurutku.
Dan emak adalah inspirasi terbesarku
untuk menjadi seorang ibu yang tangguh.
" kamu tahu, emak dulu gak
pernah kebayang menikah dengan bapak, bahkan untuk sekedar 'suka' pun."
emak tersenyum menerawang masa lalunya. Kembali menceritakan tentang kisahnya
bersama bapak kepadaku dilain waktu. Diwaktu hanya ada kami berdua.
" tapi kamu tahu apa yang
membuat emak mengiyakan lamaran bapak?" aku menggeleng dan tersenyum.
" keberaniannya. Dimana
kekeasih emak pun tak berani meminta emak ke kakekmu. Tapi bapak, dengan
keberaniannya datang dan langsung melamar."
" emak tahu, menikah itu tak
semudah yang difikirkan gadis umur 16 tahun waktu itu. Tapi dengan kedewasaan
bapakmu, ia bisa membimbing emak mengarungi bahtera rumah tangga hingga
sekarang."
Aku tersenyum. Ai mata yang hendak
turun kubendung sekuatku. Betapa mengharukan kisah ini.
" kalau cari suami itu yang
sayang sama orang tuanya. Dijamin dia akan memuliakan kamu." ucap emak
mengakhiri kalimatnya.
" iya mak." hanya itu.
Cukup mewakili kalimat fahamku.
Kupu-kupu cinta, terbanglah tinggi
menuju jalannya. Hinggaplah engkau dibunga yang indah. Terbang bersama hembus
angin cinta
Dering lagu 'kupu-kupu cinta' nya
sigma terdengar ditelingaku. Tertera tulisan 'my queen' memanggil. Ah, emak.
" iya mak."
Kalimat kekhawatiran segera
menyambut kata-kataku. Sekarang, emak pasti sedang sibuk dengan mangkuk-mangkuk
berisi kolak lezatnya, es buah segarnya, serta beraneka macam kudapan manis
buatannya untuk menu berbuka.
" iya aku pulang sebentar
lagi." klik! Telefon ditutup.
Laut, hari ini kau menjadi saksi
kisahku yang lain. Dan senja, serta langit berwarna Aqua itu.