Tujuh filosofi
gerakan sudah jelas menerangkan bahwa KAMMI merupakan organisasi pergerakan
(Harokah Al-Amal) dan pengkaderan (Harakah Al-Tajnid). Dua karakter tersebut
melekat erat di dalam organisasi sebab keduanya merupakan entitas yang saling
berkaitan dan tidak bisa dipisahkan. Menjadi suatu prasyarat bagi sebuah
pergerakan untuk memulainya dengan sumber daya manusia yang tersedia agar
tujuan yang menjadi sasaran untuk di wujudkan bisa terealisasi dan terjaga di
kemudian hari. KAMMI –maupun organisasi lainnya- dalam upaya mewujudkan tujuan
tidak lepas dari agenda-agenda pengkaderan sebagai usaha regenerasi
kepemimpinan. oleh karena itu, kader merupakan subjek vital organisasi untuk di
perhatikan dan di bimbing.
Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Kader adalah orang yang diharapkan akan memegang peran
yang penting dalam pemerintahan, partai dan sebagainya atau kumpulan orang yang
dibina oleh suatu lembaga kepengurusan dalam sebuah organisasi, baik militer
maupun sipil, yang berfungsi sebagai pemihak dan atau membantu tugas dan fungsi
pokok organisasi tersebut.
Sebagai sebuah
organisasi berskala nasional, dan sudah berumur dua dekade lebih menjadi suatu
keniscayaan bahwa KAMMI telah melewati berbagai konflik internal maupun
eksternal, permasalahan serta pengalaman situasi ketika melemahnya semangat
perjuangan, terutama yang menjadi fokus pengamatan; KAMMI Komisariat
Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten. Sejak di
deklarasikan oleh Hasan Basri pada tahun 1998 setelah beberapa bulan KAMMI
Pusat di deklarasikan. Di kampus yang terkenal dengan aksi demonstrasinya dan
perilaku demonstran yang kerap menarik perhatian publik, KAMMI UIN Banten
akhirnya memiliki keistimewaan tersendiri.
Kembali kepada
pembahasan terkait kaderisasi, KAMMI UIN Banten rutin melakukannya setiap
setahun sekali atau lebih sesuai dengan kebijakan pengurus. Dewasa ini gerakan
KAMMI mulai mengalami carpal tunnel syndrome (sindrom mati rasa atau nyeri pada
anggota tubuh). Kiranya tepat untuk menganalogikan keadaan –melemahnya
pergerakan- KAMMI UIN Banten saat ini dengan jenis sindrom tersebut karena
beberapa hal yang mensyaratkan hal itu terjadi. Pertama, budaya literasi
dan diskusi yang mulai terkikis. Kedua, tiga tahun kebelakang antusiasme
kader dalam menyelesaikan jenjang pengkaderan mengalami penurunan. Ketiga, ukhuwah
yang hanya menjadi formalitas. Keempat, kurangnya pemahaman terhadap
pola gerakan. Pada akhirnya mengantarkan KAMMI UIN Banten kepada jurang di
antara dua tebing; apakah berupaya menghindar dan mundur dengan memalukan atau
membangun jembatan heroik untuk sampai pada tebing berikutnya?
Pergerakan yang
melemah tersebut sebab utamanya ialah karena inkonsistensi jati diri kader dan
pembinaan yang kurang maksimal. Anomali yang terjadi pada diri setiap kader
bisa berimplikasi terhadap semangat juang pergerakan. Hal itu bisa di amati
melalui beberapa poin. Pertama, motivasi awal memasuki KAMMI menjadi salah satu
penentu akan bagaimana seorang kader berproses selanjutnya. Dari beberapa
ingatan yang coba saya ambil kembali, tidak banyak motivasi serius yang di
dapat melainkan hanya sekadar ikut-ikutan, di intruksikan oleh alumni atau
hanya memuaskan rasa penasaran saja. Tetapi bukan berarti tidak ada motivasi
yang benar-benar pertimbangan pribadi. Apabila di persentasi yang memiliki
pertimbangan pribadi mungkin hanya ada 3 dari 10 orang yang mengikuti Daurah
Marhalah Ula. Secara objektif, hal itu bisa menjadi hipotesa sementara untuk
menentukan langkah apa yang harus dilakukan untuk mengikat kader yang masih
kurang rasa emosionalnya terhadap organisasi. Kedua, karakter individu yang
dimiliki oleh setiap kader, hal itu sudah tentu bervariasi. Karakter individu
bisa juga menentukan terhadap peroses ideologisasi kader, beruntung apabila
karakter individu dengan kultur budaya KAMMI tidak memiliki gap atau
jarak yang jauh sehingga proses ideologisasi bisa berjalan beriringan dengan
karakternya. Menjadi masalah apabila karakter individu kader bersifat kontradiktif
dengan kultur budaya KAMMI. Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia memang dikenal
dengan budayanya yang konservatif dan implementatif dalam pengamalannya terkait
ajaran islam seperti pembatasan interaksi ikhwan dan akhwat, sebagian besar ikhwan
tidak merokok serta dzikir pagi dan petang atau Al-Ma’tsurat bersama. Selain
itu ada pula kebiasaan hidup komunal dan kegiatan makan bersama untuk
menumbuhkan sifat kekeluargaan dan melatih jiwa amal jama’i setiap kader.
Apabila budaya tersebut tidak bisa diterima oleh karakter individu maka akan sulit
ideologisasi terhadap kader karena disebabkan gap diantara keduanya
sehingga akan timbul rasa tidak nyaman, kemudian dampak terburuk yang akan
terjadi dari ketidak nyamanan itu ialah memilih vakum atau keluar dari
organisasi. Persoalan ini bukanlah masalah yang bisa diselesaikan dengan cepat
tepat dan mudah, ini merupakan suatu seleksi alamiah dari suatu regenerasi,
menurut saya kita tidak bisa menghentikannya secara total tetapi kita bisa
menghambat dan meminimalisir sekecil mungkin dampak buruk yang akan terjadi.
Ketiga, faktor eksternal, hal itu bisa mempengaruhi pola pikir seorang kader
dalam prosesnya memahami ideologi dan pola gerakan. Ketika keadaan lingkungan
luar yang berupaya mendoktrin atau secara tidak langsung mendoktrin maka kader
akan terkena pengaruh doktrinasi tersebut apalagi dengan di tambah rasa kecewa
dan tidak nyaman terhadap organisasi, doktrinasi luar akan secara cepat
menjalar dalam otak dan pikirannya. Namun hal ini bukan berarti harus
mengungkung atau membuat sekat dengan berbagai ideologi dan budaya organisasi
lain, kita tetap bisa berinteraksi bersama mereka yang tidak se-fikrah dengan
catatan silahkan membaur tetapi tidak melebur. Membaur dan melebur
secara sekilas terlihat sama, namun sebenarnya memiliki arti yang berbeda,
membaur berarti masuk ke dalam (pergaulan atau golongan) sehingga serupa dengan
yang dimasuki, dari penjelasan arti tersebut tegas tersirat bahwa tetap ada
perbedaan. Lain hal dengan melebur yang memiliki arti membubarkan diri kemudian
bergabung dengan yang lain, secara jelas melebur tegas menerangkan penyatuan
dan pelepasan jati diri sebelumnya kepada pola pikir pemahaman yang baru. Jadi,
interaksi dengan lingkungan dan paham yang berbeda di bolehkan dengan tetap
mengingat untuk tidak melebur dan hal ini hanya bisa dilakukan oleh
kader yang sudah kuat tertanam jati diri dan ideologi ke-KAMMI-annya bukan
kader yang tidak stabil pemikirannya.
Keempat,
pemahaman kader terhadap ideologi dan pola gerakan. Ketika kader sering absen
dalam agenda-agenda kaderisasi maka akan bisa menimbulkan ketidak pahaman kader
terhadap ideologi dan pola gerakan. Persoalan ini merupakan hal urgen yang
mesti di perhatikan secara ekstra karena pemahaman yang kurang, bisa
mengakibatkan kerancuan berfikir kader terhadap organisasi dan bisa
berimplikasi terhadap jati diri ke-KAMMI-annya. Agenda Madrasah KAMMI Klasikal,
Daurah Qur’an, Mabit, Training Organisasi, Madrasah KAMMI khos dan KAMMI Camp
dan lain-alin, merupakan agenda yang jangan sampai kader meninggalkannya karena
pada agenda tersebut mereka bisa memahami KAMMI tanpa ada mata rantai yan
terputus dan secara menyeluruh. Pemahaman kader terhadap ideologi dan pola
gerakan menjadi suatu hal yang penting karena pemahaman yang komprehensif akan
menjadi benteng utama dalam menangkal doktrin-doktrin dari pihak luar. Kelima,
intensitas pertemuan MK Khos. Agenda Madrasah KAMMI Khos bagi saya adalah
metode pengikat kader diluar agenda-agenda ke-KAMMI-an yang bersifat formal. Di
dalam lingkaran ini kader akan mendapat bimbingan dan pengetahuan terutamanya
dari seorang (murabbi) yang memberikan
arahan kepada mereka (muttarabbi), selain itu kader juga bisa saling tukar
pengetahuan dengan kader lainnya di dalam lingkaran tersebut dan berbagai hal
lain yang bersifat informal. Pada setiap pertemuan MK Khos inilah kader bisa di
perhatikan dan di bimbing secara berkala setiap satu minggu sekali atau minimal
dua minggu sekali. Intensitas yang banyak dalam pertemuan MK Khos akan menjadi
sangat berpengaruh terhadap pengembangan dan pemahaman kader menuju indeks yang
positif. Berbeda apabila kader jarang atau bahkan tidak pernah mengikuti MK
Khos, mereka akan cenderung minim rasa ukhuwah dan persahabatannya serta lemah
ikatan emosional terhadap organisasi. Kemudian yang terakhir, keenam, ketaatan
kepada kiyadah (pemimpin). Dari pembahasan poin-poin di atas, kesemuanya akan
berimplikasi terhadap ketaatan kader kepada kiyadah. Ketika motivasi hilang,
karakter individu kontradiktif dengan KAMMI, pengaruh lingkungan luar yang
indoktrinatif di tambah kurangnya pemahaman kader terhadap ideologi dan pola gerakan
serta kurangnya intensitas pertemuan MK Khos maka sudah bisa dipastikan akan
memberi indikasi ancaman kader membelot dan tidak taat kepada kiyadah
disebabkan ketidak pahamannya terhadap pola gerakan. Hal itu menjadi suatu bom
waktu yang berbahaya. Tapi bukan berarti tidak bisa di cegah dan di hentikan. Di
pahami dengan cerdas bahwa bom waktu, sesuai dengan namanya memiliki durasi
yang menjadi syarat untuk bom itu meledak. Oleh karena itu, kita memiliki
peluang untuk bisa menghentikannya ketika waktu menuju peledakan sedang
berlangsung. Taat kepada kiyadah adalah hal penting untuk memelihara soliditas
jamaah agar tidak tercerai berai dengan menerapkan konsep qiyadah wal
jundiyah karangan Syeikh Mustafa Masyhur.
Beberapa
pembahasan dibicarakan dalam konsep tersebut yaitu di antaranya Beberapa
perilaku anggota yang harus di amalkan: ketaatan kepada arahan, taat dengan
cara gerakan dan seluruh langkahnya sebagai mana yang telah ditentukan jamaah
untuk mewujudkan tujuannya yang agung, menjadi pelindung terpercaya terhadap
tujuan jamaah, ujian adalah sunattullah dalam dakwah, berkewajiban menanam dan
mempersubur benih cinta-mencintai persaudaraan sesama anggota, membiasakan diri
melaksanakan perintah pimpinan jamaah, harus bersungguh-sungguh memperbaiki
hubungan dan komunikasi sesama aktifis.
Beberapa
petunjuk pergaulan antara pemimpin dan anggota: pemimpin harus pandai
memilih orang yang layak memegang jabatan, tidak boleh bersikap pesimis dan
buruk sangka, pemimpin senantiasa bergaul rapat dengan anggotanya, selalu
membangkitkan semangat kerja sama yang penuh kejujuran dengan anggota, harus
membiasakan diri bermusyawarah dengan anggotanya, mengadakan pertemuan rutin
untuk menyelaraskan gerakan, semua anggota bekerja semata-mata karena Allah,
anggota tidak boleh diberi amanah kecuali ia telah menguasai bidang tersebut,
meningkatkan moral anggotanya jika mengalami peristiwa ketidak beruntungan (Q.S
Ali-Imran : 139-141).
Dari pengamtan
dan analisis di atas itulah beberapa penyebab terjadinya anomali atau
penyimpangan dalam proses penanaman ideologi kepada kader. Mereka cenderung
menyimpang dari arah gerakan dan tidak taat kepada seruan pimpinan. Menjadi
pekerjaan utama bagi bidang kaderisasi dan umumnya untuk kita semua sebagai
aktifis dakwah. Intensitas bimbingan dan pembinaan murabbi harus sangat
diperhatikan karena MK Khos merupakan mata rantai penting untuk penguatan
uapaya regenerasi mencetak kader berikutnya. Oleh karena itu terutama Madrasah
KAMMI Khos jangan sampai terbengkalai dari pengawasan dan pembinaan, saya
sangat menitik beratkan kesuksesan regenerasi itu terhadap keberlangsungan
agenda Madrasah KAMMI Khos. Semoga gerakan bisa bangkit kembali, menunjukan
karakter dan ke istimewaannya dalam berjuang. Hidup Mahasiswa!!! Salam Muslim
Negarawan!!!
“Da’i
itu bukan orang biasa yang sekadar orasi dan berbicara ini itu, akan tetapi
justru sibuk memikirkan perubahan untuk ummat. Karena dakwah adalah perubahan,
perpindahan, pemberdayaan sehingga orang tersebut semakin mendekat dan
mencintai Allah dan Islam”
~ Sayyid Quthb ~
Penulis : Iman Karto